Senin, 12 Maret 2012

HADITS PALSU DAN SEJARAH MUNCULNYA

Bersama : Nofita Sari

Kemunculan Hadits palsu dimulai bersamaan dengan terjadinya konflik intern dalam kubu umat Islam. Orang-orang yang terlibat dalam pertikaian konflik politik dalam kubu umat Islam itulah yang menjadi dalang dari kemunculan hadits-hadits palsu. Pertikaian tersebut bermula semenjak terbunuhnya khalifah Usman bin Affan, yang mengakibatkan kondisi kesatuan umat Islam menjadi kacau. Di kala itu, beberapa golongan yang merasa paling berhak menjadi penguasa yang menggantikan khalifah ketiga tersebut saling bertikai satu sama lain. Kondisi tersebut juga dimanfaatkan oleh para Yahudi yang berusaha menyusup untuk menperunyam keadaan. Puncak dari munculnya hadits palsu yaitu ketika terjadi konflik antara Ali bin Abi Thalib dengan Muawiyyah bin Abi Sufyan. Salah satu pihak saling memperkuat diri dengan menciptakan hadits palsu yang isinya seakan-akan mendukung pihak tersebut dan menjatuhkan pihak yang lain.
Pemicu munculnya hadits-hadits palsu tidak sebatas karena konflik politik saja, melainkan ada faktor-faktor lain. Namun para ulama’ ahli hadits tidak tinggal diam atas munculnya peristiwa ini. Beberapa upaya dilakukan untuk mencegah hadits-hadits tersebt menyebarluas dan mengembalikan ajaran agama Islam ke arah yang sesungguhnya tanpa adanya unsur-unsur dusta dan ambisi belaka.   
                       
A.    Pengertian Hadits Palsu
Hadits Palsu atau yang biasa dikenal dengan sebutan Hadits Maudhu’ memiliki beberapa pengertian. Secara etimologi, Hadits Maudhu’ memiliki arti : Menggugurkan, meninggalkan, mengada-ada atau membuat-buat. Secara terminologi, menurut ulama’ ahli hadits, hadits Maudhu’ berarti “sesuatu yang dinisbatkan kepada Rasulullah SAW secara mengada-ada atau dusta, padahal beliau sama sekali tidak sabdakan, kerjakan, dan taqrir-kan.
Para pencipta hadits palsu menggunakan istilah-istilah atau ungkapan para ahli hikmah, agar memiliki makna yang berkesan indah. Selain itu jua menggunakan ungkapan para tabi’in, ulama’, kisah-kisah israilliyat atau mereka mengarang sendiri untuk mengungkapkan suatu permasalahan layaknya sebuah hadits sebenarnya. Betapa pun indahnya kata-kata yang dirangkai oleh pengarang hadits palsu, tetap aja hadits palsu merupakan hadits yang kualitasnya paling buruk.
Hadits palsu memang menimbulkan banyak dampak yang buruk bagi agama. Selain merusak ajaran-ajarn agama Islam, juga meracuni keyakinan dan pola pikir orang-orang yang mempercayainya. Maka dari itu maka ulama’-ulama’ hadits mengharamkan periwayatan hadits palsu atau Maudhu’ kecuali dalam rangka pembelajaran untuk dapat mengetahui contoh-contoh hadits maudhu’ tanpa ada tujuan untuk mempercayainya apalagi mengikutinya.

B.     Faktor Pemicu Timbunya Hadits Palsu
Ada beberapa faktor yang menyebabkan munculnya hadits-hadits palsu / Maudhu’, antara lain :
·      Fanatisme terhadap salah satu golongan politik
Munculnya kaum-kaum fanatik pembela golongan-golongan politik merjadi awal mula penyebab munculnya hadits-hadits palsu. Perpecahan umat Islam menjadikan tumbuhnya golongan-golongan fanatik buta yang saking fanatiknya hingga berani membuat hadits-hadits palsu yang isinya mendukung tokoh-tokoh pada golongan tersebut dan menjatuhkan golongan-golongan yang lain. Ada beberapa contoh hadits palsu yang berisi sanjungan terhadap dua tokoh yang saling bertentangan yaitu :
“Ali sebaik-baik manusia, barang siapa meragukannya maka dia kafir”
“Sosok yang berkarakter jujur ada tiga : aku, Jibril, dan Muawiyyah”
Kaum Rafidhah Syi’ah yang merupakan pendukung sayyidina Ali merupakan golongan yang banyak memalsukan hadits. Al-Kholili dalam kitab Irsyad mengatakan bahwa kaum Rafidhi talah memalsukan lebih dari 13.000 hadits yang isinya sanjungan terhadap Khalifah Ali bin Abi Thalib dan kecaman terhadap dua Khalifah pertama yaitu Abu Bakar dan Umar bin Khattab radhiallaahu’anhuma.
             
·      Untuk merusak agama Islam
Dilakukan oleh kau zindik, yaitu kaum yang tidak memiliki agama/kepercayaan (atheis) yang berkedok Islam dan menyimpan kedengkian dan kebencian yang mendalam kepada umat Islam. Pada mulanya mereka ingin merusak ajaran agama Islam melalui Al-Qur’an, namun karena tidak ada yang dapat menandingi keotentikan isi dari Al-Qur’an, mereka gagal dan beralih ke pembuatan hadits palsu. Pada masa pemerntahan al-Mahdi al-Abbasi, terdapat seorang kafir zindik yang mengaku telah memalsukan lebih dari 14.000 hadits dan isinya sangat bertentangan dengan ajaran Islam karena telah mengharamkan yang halal dan menghalalkan yang haram.
Salah satu contoh hadits palsu yang mereka buat yaitu :
“Aku adalah nabi terakhir dan tidak ada nabi setelahku, kecuali jika Allah menghendaki.”
“Saya melihat Tuhanku di Arafah pada hari Arafah, Dia berada di atas onta dengan membawa dua sarung.”

·      Mencari muka kepada para pembesar
Cara ini dilakukan oleh para ahlu hikayah (tukang cerita) yang ingin mendapatkan kedudukan yang dekat dengan para penguasa dan pembesar ataupun untuk mendapatkan materi atau harta dengan menciptakan hadits palsu. Seperti contoh pada masa pemerintahan al-Mahdi al Abbasi pada dinasti Abbasiyah, ketika itu datang seorang ahlu hikayah bernama Ghiyats bin Ibrahim ketika al-Mahdi sedang bermain adu merpati. Kemudian al-Mahdi bertanya kepadanya, “coba jelaskan tentang hadits yang kau ketahui dari rasulullah”. Ghiyats kemudian menjawab, “Rasulullah SAW bersabda : Tidak boleh seseorang melakukan lomba dan aduan kecuali pada ketangkasan memanah, menunggang kuda, dan onta.”  hadits berhenti di sini, namun Ghiyats menambahkan, “atau yang bersayap”.
                        Mendengar pernyataan tersebut al-Mahdi memberi imbalan kepada Ghiyats. Setelah ia pergi al-Mahdi berkata, “ ketahuilah bahwa dia itu seorang pendusta.” Kemudian al-Mahdi memotong merpatinya dan tidak pernah bermain adu merpati lagi.

·      Bertujuan untuk targhib wa Tarhib
Berbeda dengan faktor-faktor lain sebelumnya, targhib wa tarhib bermula dari tujuan yang baik, namun tidak disertai dengan pemahaman yang baik pula. Mereka yang menciptakan hadits palsu ini merupakan sekelompok orang yang menisbatkan dirinya sebagai seorang sufi. Hadits palsu yang mereka buat bertujuan untuk mengajak orang berbuat kebaikan atau kembali ke jalan yang lurus. Memang apa yang mereka lakukan merupakan tindakan yang baik, namun tanpa disadari mereka telah melakukan dusta besar pula yang mengatasnamakan Rasulullah SAW. seperti contoh pada hadits berikut :
“barang siapa mengucapkan Laa Ilaha illallah maka Allah akan menciptakan baginya -pada setiap kalimat- seekor burung yang paruhnya terbuat dari emas dan bulunya dari permata dan.... ”
Selain hadits di atas, termasuk pula hadits-hadits tentang fadhilah membaca surat-surat tertentu dalam Al-Qur’an. Hadits-hadits tersebut sebenarnya tujuannya baik, yaitu untuk memotivasi umat Islam untuk selalu berdzikir kepada Allah dan istiqomah dalam membaca Al-Qur’an. Namun bagaiman pun juga hadits palsu tetap saja palsu. Kita harus tetap berhati-hati agar tidak terjerumus untuk meyakininya.  

C.    Indikasi Hadits Palsu
Tanda-tanda kepalsuan sebuah hadits dapat dilihat dari 2 sisi, yaitu : Aspek Perowi dan Aspek Redaksi Hadits yang diriwayatkan.
·         Aspek Perowi
Tanda-tanda hadits palsu jika dilihat dari aspek ini kebanyakan diketahui melalui pengakuan pemalsunya sendiri. Seperti pengakuan Abdul Karim bin Auja’ ketika hendak dipenggal kepalanya. Ada pula pengakuan dari ibn Abdu Robbi al-Farisi yang memalsukan hadits tentang fadhilah Al-Qur’an. Beliau mengatakan bahwa hadits-hadits tentang keutamaan membaa Al-Qur’an dibuat agar orang–orang Islam mau kembali membaca dan mengkaji Al-Qur’an ditengah kesibukannya mengkaji ilmu fiqih Abi Hanifah.
Palsunya hadits juga dapat diindikasikan dari ungkapan para perowi yang secara tidak langsung mengungkapkan sebuah pengakuan. Misal seorang perowi hadits mengatakan telah mendengar hadits dari seseorang padahal keduanya tidak hidup pada zaman yang sama, dan itu telah membuktikan bahwa perowi tersebut dusta.
·         Aspek Redaksi
Perbedaan redaksi antara hadits nabi dengn hadits palsu (maudhu’) telah dipelajari para ulama’ hadits untuk menjaga kemurnian hadits agar tidak terkontaminasi dengan hadits-hadits palsu. Ada beberapa tanda kepalsuan sebuah hadits dilihat dari matannya, antara lain :
a.         Maknanya rancu, tidak masuk akal jika Rasulullah SAW yang mengatakan seperti itu. Seperti hadits palsu yang berbunyi “seandainya beras itu orang, niscaya dia sosok yang bijak, tidak dimakan oleh orang kecuali akan mengenyangkan.” Redaksi hadits tersebut dianggap tidak mencerminkan kedalaman makna yang biasa diungkapkan pada hadits nabawi.
b.        Bertentangan dengan nash Al-Qur’an atau hadits shahih serta Ijma’. Seperti contoh hadits maudhu’ yang dibuat oleh penyembah berhala, “seandainya seseorang berbaik sangka terhadap batu niscaya batu itu akan memberikan manfaat baginya.” Pertentangannya dengan ajaran Islam, bahwa batu tidak akan bisa memberikan manfaat dengan sendirinya. Atau hadits maudhu’, “anak yang lahir dari hubungan zina tidak akan masuk surga tujuh keturunan.” Hadits ini bertentangan dengan ajaran Islam bahwa seseorang tidak akan mewarisi dosa dari orang lain.
c.         Bertentangan dengan akal sehat. Seperti hadits maudhu’, “pakailah cincin akik, karena bercincin akik dapat menghindarkan dar kefakiran.” Tentu hal tersebut tidak dapat diterima oleh akal, karena fakir tidaknya seseorang tidak ada hubungannya dengan menggunakan cincin akik.
d.        Bertentangan dengan ilmu kesehatan. Ada beberapa hadits maudhu’ yang menjelaskan tentang khasiat dari makanan tertentu. Seperti contoh, “terong obat segala penyakit”. Padahal hingga saat ini belum ada yang dapat membuktikan tentang pernyataan tersebut.
e.         Berisi tentang pahala yang besar atas perbuatan yang sederhana. Seperti contoh hadits maudhu’ tentang pahala puasa sunnah, “barang siapa berpuasa sunnah sehari maka ia akan diberi pahala seperti melakukan seribu kali haji, seribu umroh, dan mendapat pahala nabi Ayyub.” Meskipun puasa sunnah memang mendapatkan pahala, namun tidak seperti yang dikatan tersebut, apalagi hingga menandingi pahala seorang Nabi.
f.         Tentang sanksi yang berat atas kesalahan yang kecil. Seperti contoh hadits maudhu’, “barang siapa makan bawang pada malam jum’at maka ia akan dilempar ke neraka hingga kedalaman tujuh puluh tahun peralanan.”
g.        Berisi tentang permasalahan besar namun tidak diriwayatkan kecuali oleh seorang saja. Hadits madhu’ ini berupa dukungan kepada seorang tokoh pada golongan tertentu yang terjadi ketika pergolakan politik dalam kubu umat Islam. Seperti contoh, “Ali adalah orang yang ku wasiati (untuk memimpin).” Padahal tidak ada sahabat yang memilih pemimpinnya berdasarkan sebuah hadits yang menyebutkan nama seorang secara jelas. Mereka menentukan pemimpin berdasarkan sebuah musyawarah mufakat.

D.    Referensi Hadits-Hadits Palsu
Demi menjaga keaslian hadits-hadits Nabawi dari campuraduknya dengan hadits maudhu’, dilakukan beberapa upaya dari para ulama’ hadits. Salah satunya yaitu menghimpun hadits-hadits Maudhu’ tersebut menjadi sebuah kitab. Adapun karya-karya ulama’ hadits yang berisi tentang hadits Maudhu’ antara lain :
·         Kitab Al-Maudhu’at, karya Imam al-Hafidz abi al-Farj Abdurrahman ibn al-Jauziy. Merupakan buku pertama dan terpopuler yang membahas tentang hadits palsu. Namun, karya ini juga menuai banyak kritik akibat banyak hadits yang belum terbukti kepalsuannya, juga karena beliau juga memasukkan hadits hasan bahkan hadits shahih ke dalam buku ini.
·         Kitab Al-La ali’ al-Mashnu’ah fi al-Hadits al-Maudhu’ah, karya al-Hafidz Jalaluddin ash-Shuyuti. Merupakan revisi dari karya al-Jauziy sebelumnya.
·         Kitab Tanzih al-Syari’ah al-Marfu’ah ‘an al-Hadits al-Syani’ah al-Maudhu’ah, karya al-Hafidz abi al-Hasan Ali bin Muhammad bin Iraq al-Kanani. Kitab ini juga merupakan revisi dari kitab al-Jauziy. Dalam kitab ini, merevisi tiga hal dalam kitab sebelumnya, yaitu : hanya meletakkan hadits Maudhu’ yang disepakati oleh para ulama’ hadits kemaudhu’annya, meletakkan secara khusus hadits-hadits Maudhu’ yang belum disepakati kemaudhu’annya, serta menambahkan hadits-hadits Maudhu’ yang belum ada pada kitab sebelumnya. Selain itu, dalam kitab ini juga mencantumkan nama perowi yang menjadi pemalsu hadits.

E.     Usaha para Ulama dalam Memberantas Hadits Maudhu’
Keberadaan para ulama’ hadits sangat berperan penting dalam menjaga keotentikan sebuah hadits nabawi. Ada beberapa usaha yang beliau rangkai untuk menjaga kemurnian dan keaslian hadits-hadits nabi dari sentuhan orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Di antara usaha-usahanya yaitu :
·         Mangharuskan perowi untuk mencantumkan sanad dalam periwayatan hadits. Hal semacam ini, memang belum dilakukan hingga terjadinya konflik politik dalam kubu umat Islam. Hal ini dilakukan agar periwayatan hadits lebih terjaga dan terkendali, hingga tidak semua orang dapat meriwayatkan hadits secara sembarangan.
·         Penglasifikasian hadits dalam sebuah buku tersendiri, agar tidak tercampur dengan hadits-hadits maudhu’.
·         Membuat kaidah-kaidah untuk mengetahui kepalsuan sebuah hadits. Kaidah-kaidah tersebut tersusun dalam sebuah disiplin ilmu al-Jarh wa Ta’dil.
·         Adanya klasifikasi hadits berdasarkan kualitas maupun kuantitas sanadnya, serta kriteria yang digunakan untuk menentukan hal tersebut. Juga dilakukannya kodifikasi hadits dengan harapan dapat menjaga kemurnian hadits di kala banyaknya penghafal hadits yang wafat.
·         Di samping itu, perlu juga upaya dari umat Islam secara keseluruhan. Paling tidak upaya yang dapat dilakukan yaitu menghindai penyebarluasan hadit-hadits palsu dan memeplajari secara mendalam tentang ilmu-ilmu hadits, agar tidak terjerumus untuk meyakini sebuah hadits maudhu’.


REFERENSI
            Smeer, Zeid B. 2008. ULUMUL HADIS Pengantar Studi Hadis Praktis. UIN-Malang Press: Malang.
            Pettalongi, M Noor Sulaiman. 2008. Antogi Ilmu Hadits. Gaung Persada Press: Jakarta.
            Zuhdi, Masjfuk. 1993. Pengantar Ilmu Hadits. PT Bina Ilmu: Surabaya.
            Koho, A Yazid Qasim. 1977. Himpunan Hadits-Hadits Lemah dan Palsu. PT Bina Ilmu: Surabaya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar