Rabu, 25 Juli 2012

Sumber Hukum Fiqih yang Diperselisihkan (Istihsan & Maslahah Mursalah)


Sumber Hukum Fiqih yang Diperselisihkan
Sebelum menuju ke sumber hukum yang diperselisihkan, ada baiknya kita ketahui terlebih dahulu tentang klasifikasi sumber hukum fiqih. Berdasarkan sudut pandang kesepakatan ulama’, klasifikasi sumber fiqih dibedakan menjadi tiga, yaitu:
1.         Sumber hukum yang telah disepakati semua ulama’. Yang menempati kedudukan ini adalah al-Qur’an dan as-Sunnah.
2.         Sumber hukum yang disepakati oleh mayoritas (jumhur) ulama’. Yang menempati kedudukan ini adalah ijma’ dan qiyas.
3.         Sumber hukum yang menjadi perdebatan para ulama’. Yang menempati kedudukan ini adalah ‘urf (kebiasaan), istishhab (pemberian hukum berdasarkan keberadaannya pada masa lampau), istihsan (anggapan baik tentang suatu hukum), maslahah mursalah (pencetusan hukum berdasarkan prinsip kemaslahatan bersama), dan lain sebagainya.
Sumber hukum dalam kategori ketiga yang akan dibahas kali ini. Namun tidak semua sumber hukum yang dipersilisihkan yang akan dibahas, melainkan hanya Istihsan dan Maslahah Mursalah. Melalui pemaparan definisi serta argumentasi dari masing-masing penggunanya, dapat kita lihat ke-hujjah-annya sebagai sumber hukum fiqih.

Macam-macam Sumber Hukum Fiqih yang diperselisihkan
            Istihsan
Istihsan telah menjadi perdebatan sengit di antara ulama’ Fiqih. Sebagian dari ulama’ tersebut menggunkannya sebagai sumber hukum yang sah, namun sebagian ulama’ lainnya justru melarang penggunaan sumber hukum ini. Perselisihan yang terjadi tidak hanya dalam penggunaannya sebagai sumber hukum, namun mulai dari pendefinisiannya pun sudah terjadi perselisihan. Di antara ke empat Imam Madzhab Fiqih, Imam Abu Hanifah yang paling sering menggunakan istihsan sebagai sumber penetapan hukum. Sementara yang paling menentang keras penggunaan sumber hukum ini adalah Imam Syafi’i. Bahkan Imam Syafi’i mengatakan, “Barang siapa yang ber-istihsan maka ia telah membuat syari’at baru.” Dari perselisihan pendapat tersebut, maka perlu dilakukan pedalaman serta pemahaman argumentasi dari masing-masing pihak.
1.                  Pengertian Istihsan
Istihsan secara harfiah berarti anggapan baik atau menganggap baik. Pengertian menurut bahasa tidak ada pertentangan sedikit pun, karena terdapat pada ayat al-Quran:
“Yaitu orang-orang yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik diantaranya.” (QS. Az-Zumar: 18)
Dan sabda Rasulullah Saw:
“Apa yang dipandang baik oleh orang-orang Islam, maka ia adalah baik di sisi Allah.” (HR. Ahmad)
            Berbeda dengan pemaknaan secara bahasa, pemaknaan istihsan berdasarkan istilahnya terjadi perbedaan pendapat. Ada beberapa macam pendapat tentang definisi istihsan, namun definisi yang dianggap paling kuat yaitu: “Meninggalkan satu sisi ijtihad dari berbagai sisinya tanpa menggunakan cakupan verbal, karena terdapat sisi lain yang lebih kuat, dan sisi lain tersebut merupakan hal baru.” Definisi ini dikemukakan oleh Abu al-Husain al-Bashri yang maksudnya adalah mencabut pemutusan hukum yang bersifat spesifik dan beralih pada pembandingnya yakni prinsip dasar yang universal dengan berargumen pada adanya hal baru yang lebih kuat, berupa nash, ijma’, dan lain sebagainya.
            Sedangkan makna istihsan menurut ahli ushul fiqih adalah: “Satu dalil yang keluar dari pemikiran seorang mujtahid yang menetapkan keajihan qiyas yang tidak terang (khafy) dari pada qiyas yang terang (jaly), atau merajihkan ketentuan hukum yang khusus (juz’iy) dari ketentuan yang umum (kully).”
2.                  Bentuk-bentuk Istihsan
Dari definisi yang telah dikemukakan oleh Abu al-Husain al-Bashri, bahwa istihsan dapat berupa nash, ijma’, qiyas, dan lain sebagainya, maka istihsan menurut sandarannya dapat dibedakan menjadi enam, antara lain:
·         Istihsan bil qiyas al-khafi
Ialah pencetusan hukum melalui perenungan dan penelitian yang mendalam, atas sebuah kasus atau peristiwa yang memiliki dua dalil, yakni berupa qiyas jali dan qiyas khafi, dan masing-masing dalil tersebut memiliki konsekuensi hukum tersendiri.
·         Istihsan bin nash
Adalah diperbolehkannya pelanggaran atas hukum yang sudah ditetapkan secara universal dan menjadi kaidah umum, karena secara spesifik terdapat nash dari al-Quran atau as-Sunnah yang memperbolehkan hal tersebut. Contohnya adalah tetap disahkannya puasa orang yang lupa makan dan minum ketika puasa.
·         Istihsan bil ijma’
Yaitu fatwa para mujtahid tentang suatu hukum dalam permasalahan kontemporer yang menyalahi aturan –aturan universal yang telah menjadi kaidah umum karena sebuah kebiasaan. Contohnya adalah kontrak kerja pertukangan. Karena ketika akad dilakukan hasil dari pekerjaan yang dilakukan tukang tersebut belum terwujud, sehingga secara qiyas kontrak tersebut tidak sah. Namun karena masyarakat sudah biasa melakukannya maka hal tersebut diperbolehkan.
·         Istihsan bidh-dharurat
Yaitu pengecualian atas hukum yang telah ditetapkan, karena kesulitan yang akan terjadi jika hukum atau ketetapan tersebut digunakan. Contohnya adalah menyucikan air pada sumur atau telaga karena terkena najis. Secara qiyas hal tersebut tidak diperkenankan, karena pengurasan sebagian atau bahkan keseluruhan air pada sumur tersebut tidaklah mempengaruhi kesucian sisa air di telaga tersebut.
·         Istihsan bil maslahah
Yaitu hukum yang bertentangan dengan kaidah umum yang telah ditetapkan karena untuk kepentingan dan kemaslahatan bersama. Contohnya adalah diperbolehkannya pemberian zakat kepada keturunan Nabi Muhammad karena situasi pada zaman tersebut. Padahal dalam sebuah nash umum menyatakan bahwa nabi beserta keluarganya haram menerima zakat.
·         Istihsan bil ‘urf
Adalah berpindahnya suatu hukum atau kaidah umum yang telah ditetapkan karena adanya tradisi yang berlaku. Contohnya adalah berlakunya jasa toilet umum dengan tarif yang sama dengan tidak memperhitungkan berapa jumlah air yang dihabiskan. Padahal dalam kaidah umum, pemberian jasa harus diketahui jumlahnya dan waktunya. Namun karena sudah menjadi kebiasaan sehingga hal tersebut diperbolehkan.
Berdasarkan definisi dari ahli ushul fiqih, istihsan dibedakan menjadi dua, yaitu:
·         Istihsan yang merajihkan qiyas khafi dari qiyas jaly
Contohnya adalah bila seseorang telah mewakafkan sebidang tanah, maka hak pengairan dan hak lalu lintas pada tanah tersebut ikut terbawa, karena di-qiyas-kan dengan sewa menyewa, sedangkan pada qiyas jaly hak pengairan dan lalu lintas tidak ikut terbawa, karena di-qiyas-kan dengan jual beli, sehingga yang diwakafkan sebatas yang telah disebutkan.
·         Istihsan yang merajihkan pengecualian hukum khusus (juz’i) dari pada yang umum (kully)
Pengambilan hukum ini bisa dikatakan juga sebagai istihsan ijma’. Contohnya adalah Diperbolehkannya jual beli barang yang belum ada karena keadaan yang sangat dibutuhkan.
3.                  Kehujjahan Istihsan
Terjadi perbedaan pendapat dari para ulama’ fiqih tentang kehujjahan istihsan sebagai sumber hukum, antara lain:
·         Golongan Hanafiyah yaitu pengikut madzhab Abu Hanifah menyatakan bahwa istihsan boleh digunakan dengan landasan pada ayat al-Quran:

Ikutilah yang baik apa-apa yang diturunkan kepada mereka... (QS. Az-Zumar: 55)
·         Golongan Syafi’iyah, pengikut Imam Syafi’i menentang penggunaan istihsan dengan alasan:
1)                  Kita diperintahkan hanya taat kepada Allah dan rasul, dalam hal ini al-Qur’an dan al-Hadits. Sedangkan istihsan bukanlah dari keduanya sehingga tidak dapat dipakai hujjah.
2)                  Syari’at adalah nash atau kandungan nash, sedangkan istihsan bukanlah dari keduanya.
3)                  Sabda Nabi bukan berasal dari istihsan dirinya sendiri, seperti pada ayat al-Qur’an:
Dan tidaklah yang diucapkan itu (Al-Quran) menurut kemauan hawa nafsunya. (QS. An-Najm: 3)
4)                  Nabi menyalahkan sahabat yang ber-istihsan, seperti sahabat yang membunuh musuh yang mengucapkan dua kalimat syahadat karena dianggap musuh tersebut mengucapkannya karena takut kepada pedang sahabat tersebut.
5)                  Mujtahid yang menggunakan istihsan adalah orang yang menggunakan akal/rasio semata. Jika yang demikian diperbolehkan, tentu orang yang tidak paham dengan al-Quran dan Sunnah boleh menjadi mujtahid.
Menurut Imam Syatibi, perselisihan antara Imam Hanafi dan Imam Syafi’i tentang istihsan karena adanya perbedaan istilah atau makna dari istihsan tersebut. Jika golongan Syafi’i memaknai istihsan sebagai menguatkan atau merajihkan dengan dasar perasaan semata, golongan Hanafi memaknai istihsan sebagai penguatan terhadap hukum atas dasar kemaslahatan bersama dan mengandung penolakan terhadap kerusakan.
            
                        Maslahah Mursalah
            1.         Pengertian Maslahah Mursalah
                        Secara bahasa maslahah mursalah memiliki arti kebaikan yang dikirimkan atau kebaikan yang terkandung, sedangkan secara istilah menurut ahli ushul fiqh adalah: “Bahwa terdapat satu makna yang dirasa ketentuan itu cocok dengan akal, sedangkan dalil yang disepakati tentang hal itu tidak terdapat.
            2.         Stratifikasi Maslahah Mursalah
Dari tingkat prioritas penggunaan maslahah mursalah, dibagi menjadi tiga strata:
§  Al-Dlaruriyyat (primer), penetapan hukum yang berhubungan langsung dengan faktor penting dalam kehidupan manusia. Jika hal tersebut tidak dilakukan maka tata kehidupan manusia akan timpang, kebahagiaan di dunia maupun akhirat tidak akan tercapai, bahkan siksaan yang akan didapat. Kemaslahatan dalam tingkat ini, mencakup lima prinsip dasar pensyari’atan: memelihara tegaknya agama (hifzh al-din), perlindungan jiwa (hifzh al-aql), pemeliharaan keturunan (hifzh al-nasl), dan perlindungan atas harta kekayaan (hifzh al-mal).
§  Al-hajiyyat (sekunder), yaitu hal-hal yang menjadi kebutuhan manusia untuk sekedar menghindari kesulitam dan kesempitan. Contoh dalam penerapan hukum melalui maslahah mursalah yakni: diperbolehkannya jama’ dan qashar bagi seorang yang berada dalam perjalanan, atau diperbolehkannya tidak berpuasa pada bulan Ramadhan bagi wanita yang hamil.
§  Al-Tahsiniyyat (tersier), yakni kemaslahatan yang bertujuan mengakomodasi kebiasaan dan perilaku baik serta budi pekerti luhur. Contohnya yaitu anjuran untuk menggunakan pakaian yang baik ketika beribadah (sholat), dan anjuran-anjuran baik lainnya.
4.                  Kehujjahan Maslahah Mursalah
Alasan diperbolehkannya berdalil dengan maslahah mursalah yaitu: Allah mengutus rasul-rasul-Nya yang bertujuan untuk kemaslahatan dan kemanfaatan bagi manusia. Demikian pula, Allah menurunkan syari’at-Nya untuk kemaslahatan manusia. Sedangkan maslahah mursalah juga memiliki dasar kemaslahatan bersama. Oleh karena itu, Syekh Ibnu Taimiyah berkata bahwa: apabila seorang mendapatkan kesulitan dalam memeriksa hukum sesuatu, apakah hukumnya mubah atau haram, maka lihatlah maslahat (kebaikan) dan mafsadah (kerusakan)nya sebagai dasar.
                        Sedangakan alasan terhadap penolakan penggunaan maslahah mursalah sebagai sumber hukum yakni: penerapan maslahah mursalah berpotensi mengurangi kesakralan hukum-hukum syari’at. Karena pemutusan hukum dengan metode ini sarat dengan konflik kepentingan pribadi, sementara hukum syariat hanya merekomendasikan segi kemaslahatannya secara global. Selain itu, maslahah mursalah berada pada posisi pertengahan antara penolakan syara’ pada sebagian maslahah dan pengukuhannya pada sebagian yang lain. Penerapan maslahah mursalah juga akan merusak universalitas syari’at Islam, karena dengan maslahah mursalah, hukum akan terus mengalami perubahan seiring perkembangan zaman, karena kemaslahatan manusia yang kian berubah dan berkembang.


Kesimpulan
·         Fiqih sebagai bagian dari syari’at Islam yang mengatur kehidupan manusia dari segi amaliyahnya, memiliki beberapa sumber hukum.
·         Dari sumber-sumber hukum fiqih tersebut, ada yang disepakati oleh semua ulama’ seperti al-Quran dan as-Sunnah, ada pula yang disepakati oleh mayoritas ulama’ seperti: Ijma’ dan Qiyas, bahkan ada pula yang menjadi perdepatan dikalangan ulama’ yaitu: Istihsan dan Maslahah Mursalah.
·         Sumber hukum fiqih yang diperselisihkan, antara lain yakni: Istihsan dan Maslahah Mursalah, merupakan sumber hukum yang kehujjahannya masih dipertentangkan antara pihak yang sepakat dengan penggunaannya, dengan pihak yang menolak atas penggunaannya sebagai sumber hukum.
·         Istihsan adalah perpindahan atas hukum yang telah ditetapkan secara universal dengan hukum yang lain yang dianggap lebih baik.
·         Maslahah Mursalah adalah pengecualian atas hukum yang telah ditetapkan secara universal atas dasar kepentingan atau kemanfaatan bersama.



DAFTAR PUSTAKA

Forum Karya Ilmiah. 2004. Kilas Balik Teoritis Fiqih Islam. Kediri: Purna Siswa Aliyyah
Djalil, Basiq. 2010. Ilmu Ushul Fiqh. Jakarta: Kencana Prenada Media Group
http://abulmiqdad.multiply.com/journal/item/7, diakses pada tanggal 06 Mei 2012
http://id.wikipedia.org/wiki/Istihsan, diakses pada tanggal 06 Mei 2012
http://www.scribd.com/doc/13148904/ushul-fiqh-bagian-09-istihsan-agustianto, diakses pada tanggal 06 Mei 2012

Senin, 26 Maret 2012



SUSTAINABLE BUILDING
Konsep Dasar dan Pengembangan Sustainable Building Berdasarkan Prinsip Holcim Sustainable Development
Studi Kasus : Low-energy  mediatheque Rio de Janeiro, Brazil (Global Holcim Awards 2009)

Abstrak
            Kondisi alam yang sudah tidak bersahabat, memaksa para manusia untuk berfikir bagaimana cara untuk mempertahankan sumber daya alam yang tersisa di Bumi ini. Begitu pula dengan arsitek, yang dituntut untuk menciptakan sebuah karya arsitektur yang turut serta dalam proses keberlanjutan sumber daya alam tersebut.  Sustainable building sebagai salah satu tema arsitektur yang dikaitkan dengan tema ekologi atau lingkungan kini banyak diterapkan pada karya arsitektur modern. Namun tidak hanya aspek lingkungan saja yang perlu dipertahankan, tetapi ada aspek lainnya yang juga butuh untuk dijaga keberlanjutannya. Sustainable development memberi jawaban atas kebutuhan tersebut. Holcim sebagai penggagas prinsip-prinsip sustainable, ingin mengetahui tingkat kepedulian para arsitek dalam rangka menjaga keberlanjutan tersebut. Low-energy  mediatheque yang menjadi konsep dalam perancangan perpustakaan di Pontificial Catholic University (PUC) di Rio de Janeiro menjadi salah satu peserta Global Holcim Awards 2009. Melalui kajian ini diharapkan dapat diketahui seberapa besar aspek sustainable development yang diterapkan, serta aspek-aspek mana saja yang paling ditekankan pada perancangan ini.

Pendahuluan
Arsitektur dengan bertemakan ekologi, dewasa ini sangatlah diminati dan banyak diterapkan pada bangunan modern karya arsitek. Sustainable building menjadi salah satu dari sekian banyaknya tema ekologi yang diterapkan dalam arsitektur disamping tema-tema ekologi yang lain seperti : green architecture, zero energy building, dan lain sebagainya. Meskipun terkesan sama dengan tema ekologi lainnya, Sustainable Building memiliki cakupan yang lebih luas. Tidak hanya membahas ekologi saja, tetapi sustainable juga memperhatikan keberlanjutan dari aspek-aspek yang lain, di antaranya : aspek ekonomi, sosial budaya, dan lain sebagainya. Jadi, Sustainable building ialah : sebuah tema yang berkaitan dengan arsitektur untuk mempertahankan keberlanjutan dari sumber daya alam, sosial budaya, serta perekonomian agar dapat bertahan lebih lama. Menurut Holcim Sustainable development, ada lima prinsip dari sustainable building yang disebut sebagai 5P, yaitu : planet, people, properity, progress, dan proficiency. Dalam paper ini, akan dijelaskan pendekatan dan pengembangan terhadap 5P dari sebuah karya arsitektur yang menjadi finalis dari Global holcim Award 2009. Dari sini, akan dikaji mengenai prinsip 5P yang telah diterapkan pada karya arsitektur tersebut sebagai sebuah bangunan yang berkelanjutan.
 
Lighthouse for the Knowledge Society : Low-energy  mediatheque Rio de Janeiro, Brazil
Low-energy mediatheque merupakan sebuah metamorfosis dari bangunan perpustakaan yang didirikan sebagai salah satu unit institusi dari Pontificial Catholic University of Rio (PUC-Rio). Sebagai universitas swasta tertua di Brazil, PUC-Rio ingin menciptakan sebuah perpustakaan yang tidak hanya sebagai ruang membaca saja, tetapi juga sebagai ruang publik dengan berbagai fungsi penunjang lainnya. Angelo Bucci, salah satu anggota SPBR yang merupakan tim kecil aristektural studio di Sao Paulo ingin merancang sebuah bangunan perpusatakaan yang melingkupi semua golongan. Tidak hanya penekanan terhadap buku dan pembacanya saja, tetapi lebih ke korelasi sosial yang terjadi di dalamnya. Melalui Low-Energy Mediatheque ini, diharapkan perpustakaan di PUC-Rio ini bisa menjadi icon bagi universitas, serta simbol pengetahuan manusia yang melingkupi lingkungan di sekitarnya.
Sesuai dengan tema sayembara yang diadakan oleh Holcim, perancangan perpustakaan ini selayaknya telah menerapkan konsep keberlanjutan yang telah disusun oleh Holcim Sustainable developement yang disebut 5P. Sebagai finalis dari Global Holcim Award 2009, Low-Energy mediatheque tentunya tidak akan melewatkan salah satu dari kelima aspek keberkanjutan tersebut. Namun, tetap saja di antara kelima aspek tersebut terjadi penekanan di salah satunya. Melalui paper ini akan dikaji seberapa besar penerapan konsep sustainable development, dan aspek mana saja yang dominan di terapkan pada perpusatakaan ini.

Planet
Yang dimaksud planet dalam hal ini adalah nilai keberlanjutan dari sebuah karya arsitektur atas lingkungannya. Dengan kata lain seberapa besar bangunan tersebut dapat berperan dalam mempertahankan sumber daya alam untuk keberlanjutannya di masa mendatang. Dengan mengambil judul Low-Energy Mediatheque, terlihat bahwa perancang perpustakaan ini ingin menerapkan penggunaan energi yang seminimal mungkin demi ketersediaannya di masa depan. Konsep keberlanjutan dari aspek lingkungan dapat diterapkan dari berbagai sisi. Dari penggunaan lahan, mediatheque ini berada tepat di atas struktur bangunan lama yang sudah ada dengan struktur penghubung hanya di empat titik. Dengan begitu pengguanaan lahan sudah tidah lagi mencari lahan baru yang masih kosong, dan tidak juga menghancurkan secara total struktur bangunan lama yang sudah ada. Tidak ada perataan tanah, cut dan fill, ataupun tebang menebang pohon.
Dari segi penggunaan energi, dengan judul Low-Energy Mediatheque berarti segala macam energy yang dibutuhkan oleh manusia maupun bangunan itu sendiri haruslah dilakukan secara hemat. Pada umumnya penggunaan energi yang paling tampak adalah pencahayaan. Perpustakaan menuntut ruang baca memiliki pencahayaan yang cukup agar para pembaca dapat membaca dengan jelas. Sisi utara dan selatan dari ruang baca dibuat terbuka, sehingga perolehan cahaya matahari dari pagi hingga sore memiliki intensitas yang sama. Selain untuk pencahayaan alami, bukaan di sisi utara dan selatan juga berfunsi sebagai penghawaan, sehingga penggunaan pendingin ruangan dapat diminimalisir. Bukaan di sisi utara dan selatan juga bertujuan untuk menghindari cahaya matahari langsung dari sisi timur dan barat. Selain itu, atap perpustakaan juga dibuat semacam kolam yang dituangkan pada pelapis atap tersebut sebagai isolator thermal dari panas matahari tanpa mengurangi cahayanya yang akan masuk ke dalam ruangan. Kolam tersebut juga berfungsi sebagai pengendali suhu di dalam ruangan. Selain sebagai fungsi pengendali thermal, kolam pada atap bangunan juga berfungsi sebagai water reservoir untuk penggunaan darurat ketika terjadi kebakaran. Material dinding yang digunakan adalah plat baja 5 mm yang diekspos sedemikian rupa, sehingga dapat mengontrol suhu di dalam ruangan dengan menghalangi suhu luar yang panasnya hingga 40⁰ C masuk ke dalam ruangan. Pola ruangan yang memanjang dengan posisi rak buku yang menempel pada dinding sehingga ruangan terkesan luas.
            Dari aspek ekologi, Low-energy Mediatheque memang dirancang dengan kepedulian yang tinggi terhadap keberlanjutan lingkungan. Mulai dari penghematan penggunaan listrik dalam berbagai kenyamanan pengguna hingga bentukan massa yang mengikuti perilaku alam yang pada akhirnya juga dapat menguntungkan bagi pengguna itu sendiri. Low-energy Mediatheque merupakan alternatif yang baik bagi bangunan perpustakaan yang sustainable bagi lingkungan.

People
            People adalah salah satu aspek dari sustainable development yang berkaitan dengan hubungan manusia dengan manusia. Penekanan aspek ini adalah mewujudkan sebuah karya arsitektur yang dapat melayani segala kebutuhan manusia dari segi sosialnya dalam jangka waktu yang lama. Perpustakaan dengan tema Low-Energy Mediatheque ini, pada mulanya dirancang dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan manusia yang haus akan ilmu pengetahuan. Perpustakaan sebagai otak universal yang berisi kumpulan buku tentang ilmu pengetahuan dan lain sebagainya menjadi tempat menarik bagi orang-orang yang gemar membaca. PUC-Rio ingin menjadikan perpustakaannya agar dikunjungi tidak hanya bagi yang gemar membaca saja, namun diharapkan semua orang dapat menikmati ruangan perpustakaan sebagai tempat favoritnya. Maka dari itu, perlu adanya fasilitas tambahan sebagai penunjang yang bisa dinikmati semua orang, sehingga yang berkunjung di perpustakaan tidak hanya para kutu buku saja. Seiring dengan perkembangan PUC-Rio sebagai kampus ternama di Brazil, dibutuhkan tambahan ruang lagi sebagai galeri pameran serta auditorium. Perkembangan teknologi dengan fasilitas-fasilitas yang memudahkan manusia kini telah dikembangkan. Hal ini menuntut perpustakaan untuk menyediakan unit komputer yang memiliki koleksi buku digital. Disediakan ruang untuk 800 unit komputer terminal agar pengunjung dapat mengakses buku digital dengan mudah. Perpustakaan juga membentuk sebuah space yang luas di ruang baca dengan bukaan di arah utara dan selatan, serta balkon dengan view keluar yang menarik semata-mata untuk memanjakan pengunjung agar perpustakaan dapat dinikmati oleh semua golongan.
            Fungsi terpadu yang dimiliki perpustakaan ini, merupakan sebuah wujud nyata dalam penerapan  aspek keberlanjutan dalam sisi sosialnya. Lighthouse for the knowledge society, yang juga merupakan tema dari perpustakaan ini merupakan bukti bahwa penekanan nilai keberlanjutan tidak hanya pada aspek lingkungan dengan konsep low-energy-nya saja. Perpustakaan sebagai mercusuar ilmu pengetahuan dan sosial juga menekankan pada nilai kepemusatan dalam pencarian ilmu serta interaksi sosial. Dengan adanya perpustakaan ini diharapkan bisa menjadi sebuah plaza ilmu yang baru bagi para mahasiswa khususnya dan masyarakat pada umumnya.

Prosperity
Prosperity merupakan sebuah aspek keberlajutan yang berhubungan dengan keuntungan dan kemakmuran pemiliknya. Bangunan yang sustainable dari aspek prosperity haruslah sanggup menghidupi perekonomian pemilik dari bangunan untuk jangka waktu yang lama. Karena perpustakaan ini bukanlah karya arsitektur yang dirancang untuk tujuan komersial, jadi aspek prosperity bisa dikatakan berbeda. Prosperity dalam hal ini bisa berarti kemampuan perputakaan ini untuk dapat menarik pengunjung sebanyak-banyaknya dalam jangka waktu yang lama. Hampir bisa dikatakan mirip dengan aspek people pada sustainable development. Seperti makna kata dari prosperity yang berarti kesejahteraan atau kemakmuran, perpustakaan bisa dikatakan sejahtera jika ia dapat menarik dan menampung pengunjung sebanyak-banyaknya. Dengan begitu, ketika perpustakaan beralih fungsi menjadi pusat kegiatan komersial, pengunjung yang banyak tersebut akan menjadi sumber keuntungan bagi pengelolanya.
Khusus untuk perpustakaan, karena memang bukan sebuah bangunan yang difungsikan untuk tujuan komersial, makna prosperity akan dimaknai berbeda dengan biasanya. Namun di sisi lain, perpustakaan ini bisa menjadi sumber keuntungan bagi universitas ketika bangunan tersebut sudah dikenal oleh masyarakat luas yang akan menambah ketertarikan para calon mahasiswa untuk masuk ke universitas tersebut.

Progress
Progress berarti inovasi yang ditawarkan dari karya arsitektur dan tentunya mengandung unsur keberlanjutan. Inovasi merupakan temuan baru yang sebelumnya belum pernah diterapkan di mana pun. Inovasi tersebut bisa berasal dari segala aspek yang berhubungan dengan aspek-aspek sustainable development yang telah dibahas sebelumnya. Dari pengkajian aspek sustainable sebelumnya, inovasi yang diterapkan pada perpustakaan ini lebih mengarah ke aspek planet. Beberapa inovasi diterapkan guna menunjang low-energy building pada perpustakaan. Seperti penerapan kolam pada atap bangunan yang sebelumnya hanya berfungsi sebagai reservoir air yang akan digunakan untuk cadangan air. Pada perpustakaan ini kolam lebih difungsikan sebagai thermal isolator untuk menjaga suhu di dalam ruangan sehingga dapat meminimalkan penggunaan pendingin ruangan (AC). Inovasi yang telah diterapkan pada perpustakaan ini bisa menjadi sebuah alternatif dalam menghemat penggunaan energi pada karya arsitektur lainnya.



Proficiency
Pada dasarnya proficiency merupakan syarat bagi semua karya arsitektur. Kandungan unsur estetika yang menarik menjadi salah satu alasan mengapa sebuah bangunan dirancang dengan menggunakan jasa arsitek. Aspek proficiency yang menjadi salah satu aspek dalam sustainable building merupakan nilai estetika dari sebuah bangunan yang dapat berlaku hingga jangka waktu yang lama. Dalam rancangan low-energy mediatheque ini, aspek estetika diperlihatkan melalui bentuk bangunan yang tidak biasa. Kesan melayang pada bangunan karena letaknya yang berada tepat dibawah bangunan dengan disangga oleh kolom struktur di empat titik. Ekspos material dinding yang berbahan plat baja 5 mm merupakan bentuk penerapan filosofi dari gaya arsitektur modern di Brazil. Bentukan massa yang mengikuti kondisi lansekap, selain bertujuan untuk mempertahankan keutuhan vegetasi di sekitarnya, juga menimbulkan bentuk unik dan dinamis.
Fasad bangunan secara umum tidaklah terlihat mencolok bahkan terkesan masif. Namun bentuknya yang tidak biasa menjadikannya sebagai bangunan yang monumental. Perancangan perpustakaan di PUC-Rio dengan konsep low-energy mediatheque, selain mengunggulkan ide hemat energi juga berupaya untuk mempertahankan kebudayaan arsitektur modern Brazil yang kini tergeser oleh gaya arsitektur post-modern.

Kesimpulan
Perpustakaan PUC-Rio de Janeiro dengan konsep Low-energy Mediatheque menjadi contoh dalam penerapan aspek sustainable development. Aspek-aspek keberlanjutan yang tersusun atas prinsip 5P, kesemuanya diterapkan pada karya arsitektur ini. Namun bagaimanapun juga, ada penekanan di salah satu aspeknya. Dari konsep rancangan perpustakaan yang mengusung judul Lighthouse for the Knowledge Society : Low-energy  mediatheque, pada mulanya menekankan aspek people dengan harapan perpustakaan dapat dinikmati oleh semua orang dari seluruh kalangan. Aspek sosial juga erat kaitannya dengan lingkungan sebagai tempat tinggal bagi manusia itu sendiri. Sehingga penghematan penggunaan energi pada bangunan juga ditekankan sebagai penerapan aspek planet dalam sustainable development. Dengan kata lain, aspek 5P yang paling terlihat pada karya arsitektur ini adalah aspek people dan aspek planet.

Senin, 12 Maret 2012

HADITS PALSU DAN SEJARAH MUNCULNYA

Bersama : Nofita Sari

Kemunculan Hadits palsu dimulai bersamaan dengan terjadinya konflik intern dalam kubu umat Islam. Orang-orang yang terlibat dalam pertikaian konflik politik dalam kubu umat Islam itulah yang menjadi dalang dari kemunculan hadits-hadits palsu. Pertikaian tersebut bermula semenjak terbunuhnya khalifah Usman bin Affan, yang mengakibatkan kondisi kesatuan umat Islam menjadi kacau. Di kala itu, beberapa golongan yang merasa paling berhak menjadi penguasa yang menggantikan khalifah ketiga tersebut saling bertikai satu sama lain. Kondisi tersebut juga dimanfaatkan oleh para Yahudi yang berusaha menyusup untuk menperunyam keadaan. Puncak dari munculnya hadits palsu yaitu ketika terjadi konflik antara Ali bin Abi Thalib dengan Muawiyyah bin Abi Sufyan. Salah satu pihak saling memperkuat diri dengan menciptakan hadits palsu yang isinya seakan-akan mendukung pihak tersebut dan menjatuhkan pihak yang lain.
Pemicu munculnya hadits-hadits palsu tidak sebatas karena konflik politik saja, melainkan ada faktor-faktor lain. Namun para ulama’ ahli hadits tidak tinggal diam atas munculnya peristiwa ini. Beberapa upaya dilakukan untuk mencegah hadits-hadits tersebt menyebarluas dan mengembalikan ajaran agama Islam ke arah yang sesungguhnya tanpa adanya unsur-unsur dusta dan ambisi belaka.   
                       
A.    Pengertian Hadits Palsu
Hadits Palsu atau yang biasa dikenal dengan sebutan Hadits Maudhu’ memiliki beberapa pengertian. Secara etimologi, Hadits Maudhu’ memiliki arti : Menggugurkan, meninggalkan, mengada-ada atau membuat-buat. Secara terminologi, menurut ulama’ ahli hadits, hadits Maudhu’ berarti “sesuatu yang dinisbatkan kepada Rasulullah SAW secara mengada-ada atau dusta, padahal beliau sama sekali tidak sabdakan, kerjakan, dan taqrir-kan.
Para pencipta hadits palsu menggunakan istilah-istilah atau ungkapan para ahli hikmah, agar memiliki makna yang berkesan indah. Selain itu jua menggunakan ungkapan para tabi’in, ulama’, kisah-kisah israilliyat atau mereka mengarang sendiri untuk mengungkapkan suatu permasalahan layaknya sebuah hadits sebenarnya. Betapa pun indahnya kata-kata yang dirangkai oleh pengarang hadits palsu, tetap aja hadits palsu merupakan hadits yang kualitasnya paling buruk.
Hadits palsu memang menimbulkan banyak dampak yang buruk bagi agama. Selain merusak ajaran-ajarn agama Islam, juga meracuni keyakinan dan pola pikir orang-orang yang mempercayainya. Maka dari itu maka ulama’-ulama’ hadits mengharamkan periwayatan hadits palsu atau Maudhu’ kecuali dalam rangka pembelajaran untuk dapat mengetahui contoh-contoh hadits maudhu’ tanpa ada tujuan untuk mempercayainya apalagi mengikutinya.

B.     Faktor Pemicu Timbunya Hadits Palsu
Ada beberapa faktor yang menyebabkan munculnya hadits-hadits palsu / Maudhu’, antara lain :
·      Fanatisme terhadap salah satu golongan politik
Munculnya kaum-kaum fanatik pembela golongan-golongan politik merjadi awal mula penyebab munculnya hadits-hadits palsu. Perpecahan umat Islam menjadikan tumbuhnya golongan-golongan fanatik buta yang saking fanatiknya hingga berani membuat hadits-hadits palsu yang isinya mendukung tokoh-tokoh pada golongan tersebut dan menjatuhkan golongan-golongan yang lain. Ada beberapa contoh hadits palsu yang berisi sanjungan terhadap dua tokoh yang saling bertentangan yaitu :
“Ali sebaik-baik manusia, barang siapa meragukannya maka dia kafir”
“Sosok yang berkarakter jujur ada tiga : aku, Jibril, dan Muawiyyah”
Kaum Rafidhah Syi’ah yang merupakan pendukung sayyidina Ali merupakan golongan yang banyak memalsukan hadits. Al-Kholili dalam kitab Irsyad mengatakan bahwa kaum Rafidhi talah memalsukan lebih dari 13.000 hadits yang isinya sanjungan terhadap Khalifah Ali bin Abi Thalib dan kecaman terhadap dua Khalifah pertama yaitu Abu Bakar dan Umar bin Khattab radhiallaahu’anhuma.
             
·      Untuk merusak agama Islam
Dilakukan oleh kau zindik, yaitu kaum yang tidak memiliki agama/kepercayaan (atheis) yang berkedok Islam dan menyimpan kedengkian dan kebencian yang mendalam kepada umat Islam. Pada mulanya mereka ingin merusak ajaran agama Islam melalui Al-Qur’an, namun karena tidak ada yang dapat menandingi keotentikan isi dari Al-Qur’an, mereka gagal dan beralih ke pembuatan hadits palsu. Pada masa pemerntahan al-Mahdi al-Abbasi, terdapat seorang kafir zindik yang mengaku telah memalsukan lebih dari 14.000 hadits dan isinya sangat bertentangan dengan ajaran Islam karena telah mengharamkan yang halal dan menghalalkan yang haram.
Salah satu contoh hadits palsu yang mereka buat yaitu :
“Aku adalah nabi terakhir dan tidak ada nabi setelahku, kecuali jika Allah menghendaki.”
“Saya melihat Tuhanku di Arafah pada hari Arafah, Dia berada di atas onta dengan membawa dua sarung.”

·      Mencari muka kepada para pembesar
Cara ini dilakukan oleh para ahlu hikayah (tukang cerita) yang ingin mendapatkan kedudukan yang dekat dengan para penguasa dan pembesar ataupun untuk mendapatkan materi atau harta dengan menciptakan hadits palsu. Seperti contoh pada masa pemerintahan al-Mahdi al Abbasi pada dinasti Abbasiyah, ketika itu datang seorang ahlu hikayah bernama Ghiyats bin Ibrahim ketika al-Mahdi sedang bermain adu merpati. Kemudian al-Mahdi bertanya kepadanya, “coba jelaskan tentang hadits yang kau ketahui dari rasulullah”. Ghiyats kemudian menjawab, “Rasulullah SAW bersabda : Tidak boleh seseorang melakukan lomba dan aduan kecuali pada ketangkasan memanah, menunggang kuda, dan onta.”  hadits berhenti di sini, namun Ghiyats menambahkan, “atau yang bersayap”.
                        Mendengar pernyataan tersebut al-Mahdi memberi imbalan kepada Ghiyats. Setelah ia pergi al-Mahdi berkata, “ ketahuilah bahwa dia itu seorang pendusta.” Kemudian al-Mahdi memotong merpatinya dan tidak pernah bermain adu merpati lagi.

·      Bertujuan untuk targhib wa Tarhib
Berbeda dengan faktor-faktor lain sebelumnya, targhib wa tarhib bermula dari tujuan yang baik, namun tidak disertai dengan pemahaman yang baik pula. Mereka yang menciptakan hadits palsu ini merupakan sekelompok orang yang menisbatkan dirinya sebagai seorang sufi. Hadits palsu yang mereka buat bertujuan untuk mengajak orang berbuat kebaikan atau kembali ke jalan yang lurus. Memang apa yang mereka lakukan merupakan tindakan yang baik, namun tanpa disadari mereka telah melakukan dusta besar pula yang mengatasnamakan Rasulullah SAW. seperti contoh pada hadits berikut :
“barang siapa mengucapkan Laa Ilaha illallah maka Allah akan menciptakan baginya -pada setiap kalimat- seekor burung yang paruhnya terbuat dari emas dan bulunya dari permata dan.... ”
Selain hadits di atas, termasuk pula hadits-hadits tentang fadhilah membaca surat-surat tertentu dalam Al-Qur’an. Hadits-hadits tersebut sebenarnya tujuannya baik, yaitu untuk memotivasi umat Islam untuk selalu berdzikir kepada Allah dan istiqomah dalam membaca Al-Qur’an. Namun bagaiman pun juga hadits palsu tetap saja palsu. Kita harus tetap berhati-hati agar tidak terjerumus untuk meyakininya.  

C.    Indikasi Hadits Palsu
Tanda-tanda kepalsuan sebuah hadits dapat dilihat dari 2 sisi, yaitu : Aspek Perowi dan Aspek Redaksi Hadits yang diriwayatkan.
·         Aspek Perowi
Tanda-tanda hadits palsu jika dilihat dari aspek ini kebanyakan diketahui melalui pengakuan pemalsunya sendiri. Seperti pengakuan Abdul Karim bin Auja’ ketika hendak dipenggal kepalanya. Ada pula pengakuan dari ibn Abdu Robbi al-Farisi yang memalsukan hadits tentang fadhilah Al-Qur’an. Beliau mengatakan bahwa hadits-hadits tentang keutamaan membaa Al-Qur’an dibuat agar orang–orang Islam mau kembali membaca dan mengkaji Al-Qur’an ditengah kesibukannya mengkaji ilmu fiqih Abi Hanifah.
Palsunya hadits juga dapat diindikasikan dari ungkapan para perowi yang secara tidak langsung mengungkapkan sebuah pengakuan. Misal seorang perowi hadits mengatakan telah mendengar hadits dari seseorang padahal keduanya tidak hidup pada zaman yang sama, dan itu telah membuktikan bahwa perowi tersebut dusta.
·         Aspek Redaksi
Perbedaan redaksi antara hadits nabi dengn hadits palsu (maudhu’) telah dipelajari para ulama’ hadits untuk menjaga kemurnian hadits agar tidak terkontaminasi dengan hadits-hadits palsu. Ada beberapa tanda kepalsuan sebuah hadits dilihat dari matannya, antara lain :
a.         Maknanya rancu, tidak masuk akal jika Rasulullah SAW yang mengatakan seperti itu. Seperti hadits palsu yang berbunyi “seandainya beras itu orang, niscaya dia sosok yang bijak, tidak dimakan oleh orang kecuali akan mengenyangkan.” Redaksi hadits tersebut dianggap tidak mencerminkan kedalaman makna yang biasa diungkapkan pada hadits nabawi.
b.        Bertentangan dengan nash Al-Qur’an atau hadits shahih serta Ijma’. Seperti contoh hadits maudhu’ yang dibuat oleh penyembah berhala, “seandainya seseorang berbaik sangka terhadap batu niscaya batu itu akan memberikan manfaat baginya.” Pertentangannya dengan ajaran Islam, bahwa batu tidak akan bisa memberikan manfaat dengan sendirinya. Atau hadits maudhu’, “anak yang lahir dari hubungan zina tidak akan masuk surga tujuh keturunan.” Hadits ini bertentangan dengan ajaran Islam bahwa seseorang tidak akan mewarisi dosa dari orang lain.
c.         Bertentangan dengan akal sehat. Seperti hadits maudhu’, “pakailah cincin akik, karena bercincin akik dapat menghindarkan dar kefakiran.” Tentu hal tersebut tidak dapat diterima oleh akal, karena fakir tidaknya seseorang tidak ada hubungannya dengan menggunakan cincin akik.
d.        Bertentangan dengan ilmu kesehatan. Ada beberapa hadits maudhu’ yang menjelaskan tentang khasiat dari makanan tertentu. Seperti contoh, “terong obat segala penyakit”. Padahal hingga saat ini belum ada yang dapat membuktikan tentang pernyataan tersebut.
e.         Berisi tentang pahala yang besar atas perbuatan yang sederhana. Seperti contoh hadits maudhu’ tentang pahala puasa sunnah, “barang siapa berpuasa sunnah sehari maka ia akan diberi pahala seperti melakukan seribu kali haji, seribu umroh, dan mendapat pahala nabi Ayyub.” Meskipun puasa sunnah memang mendapatkan pahala, namun tidak seperti yang dikatan tersebut, apalagi hingga menandingi pahala seorang Nabi.
f.         Tentang sanksi yang berat atas kesalahan yang kecil. Seperti contoh hadits maudhu’, “barang siapa makan bawang pada malam jum’at maka ia akan dilempar ke neraka hingga kedalaman tujuh puluh tahun peralanan.”
g.        Berisi tentang permasalahan besar namun tidak diriwayatkan kecuali oleh seorang saja. Hadits madhu’ ini berupa dukungan kepada seorang tokoh pada golongan tertentu yang terjadi ketika pergolakan politik dalam kubu umat Islam. Seperti contoh, “Ali adalah orang yang ku wasiati (untuk memimpin).” Padahal tidak ada sahabat yang memilih pemimpinnya berdasarkan sebuah hadits yang menyebutkan nama seorang secara jelas. Mereka menentukan pemimpin berdasarkan sebuah musyawarah mufakat.

D.    Referensi Hadits-Hadits Palsu
Demi menjaga keaslian hadits-hadits Nabawi dari campuraduknya dengan hadits maudhu’, dilakukan beberapa upaya dari para ulama’ hadits. Salah satunya yaitu menghimpun hadits-hadits Maudhu’ tersebut menjadi sebuah kitab. Adapun karya-karya ulama’ hadits yang berisi tentang hadits Maudhu’ antara lain :
·         Kitab Al-Maudhu’at, karya Imam al-Hafidz abi al-Farj Abdurrahman ibn al-Jauziy. Merupakan buku pertama dan terpopuler yang membahas tentang hadits palsu. Namun, karya ini juga menuai banyak kritik akibat banyak hadits yang belum terbukti kepalsuannya, juga karena beliau juga memasukkan hadits hasan bahkan hadits shahih ke dalam buku ini.
·         Kitab Al-La ali’ al-Mashnu’ah fi al-Hadits al-Maudhu’ah, karya al-Hafidz Jalaluddin ash-Shuyuti. Merupakan revisi dari karya al-Jauziy sebelumnya.
·         Kitab Tanzih al-Syari’ah al-Marfu’ah ‘an al-Hadits al-Syani’ah al-Maudhu’ah, karya al-Hafidz abi al-Hasan Ali bin Muhammad bin Iraq al-Kanani. Kitab ini juga merupakan revisi dari kitab al-Jauziy. Dalam kitab ini, merevisi tiga hal dalam kitab sebelumnya, yaitu : hanya meletakkan hadits Maudhu’ yang disepakati oleh para ulama’ hadits kemaudhu’annya, meletakkan secara khusus hadits-hadits Maudhu’ yang belum disepakati kemaudhu’annya, serta menambahkan hadits-hadits Maudhu’ yang belum ada pada kitab sebelumnya. Selain itu, dalam kitab ini juga mencantumkan nama perowi yang menjadi pemalsu hadits.

E.     Usaha para Ulama dalam Memberantas Hadits Maudhu’
Keberadaan para ulama’ hadits sangat berperan penting dalam menjaga keotentikan sebuah hadits nabawi. Ada beberapa usaha yang beliau rangkai untuk menjaga kemurnian dan keaslian hadits-hadits nabi dari sentuhan orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Di antara usaha-usahanya yaitu :
·         Mangharuskan perowi untuk mencantumkan sanad dalam periwayatan hadits. Hal semacam ini, memang belum dilakukan hingga terjadinya konflik politik dalam kubu umat Islam. Hal ini dilakukan agar periwayatan hadits lebih terjaga dan terkendali, hingga tidak semua orang dapat meriwayatkan hadits secara sembarangan.
·         Penglasifikasian hadits dalam sebuah buku tersendiri, agar tidak tercampur dengan hadits-hadits maudhu’.
·         Membuat kaidah-kaidah untuk mengetahui kepalsuan sebuah hadits. Kaidah-kaidah tersebut tersusun dalam sebuah disiplin ilmu al-Jarh wa Ta’dil.
·         Adanya klasifikasi hadits berdasarkan kualitas maupun kuantitas sanadnya, serta kriteria yang digunakan untuk menentukan hal tersebut. Juga dilakukannya kodifikasi hadits dengan harapan dapat menjaga kemurnian hadits di kala banyaknya penghafal hadits yang wafat.
·         Di samping itu, perlu juga upaya dari umat Islam secara keseluruhan. Paling tidak upaya yang dapat dilakukan yaitu menghindai penyebarluasan hadit-hadits palsu dan memeplajari secara mendalam tentang ilmu-ilmu hadits, agar tidak terjerumus untuk meyakini sebuah hadits maudhu’.


REFERENSI
            Smeer, Zeid B. 2008. ULUMUL HADIS Pengantar Studi Hadis Praktis. UIN-Malang Press: Malang.
            Pettalongi, M Noor Sulaiman. 2008. Antogi Ilmu Hadits. Gaung Persada Press: Jakarta.
            Zuhdi, Masjfuk. 1993. Pengantar Ilmu Hadits. PT Bina Ilmu: Surabaya.
            Koho, A Yazid Qasim. 1977. Himpunan Hadits-Hadits Lemah dan Palsu. PT Bina Ilmu: Surabaya.